Peternak (Sok) Pintar

Orang arab punya istilah keren dalam membedakan tipikal keilmuan seseorang.  Setidaknya ada empat klasifikasi yang saya ingat.

1. رجل يعلم انه لا يعلم
Orang yang sadar diri bahwa dirinya tidak tahu.

2. رجل يعلم انه يعلم
Orang yang sadar bahwa dirinya tahu.

3. رجل لا يعلم انه يعلم
Seorang yang tidak sadar bahwa dirinya tahu.

4. رجل لا يعلم انه لا يعلم
Seorang yang tidak sadar bahwa sebenarnya dirinya tidak tahu.

Jika dibuat level layaknya makanan populer sekarang,  maka tingkat kejudesan tipikal empat orang diatas secara berurut bisa kita uleg seperti ini.

1. Orang yang tahu bahwa dirinya tahu.
Orang jenis ini adalah orang yang sadar diri,  sadar kedudukan,  sadar persaingan,  dan totally tau akan apa yang sedang dan akan dikerjakan.

2. Orang yang tidak tahu bahwa dirinya tahu.
Orang jenis ini secara temporal tidak akan membuat rugi orang lain. Karena dia tidak sadar akan potensinya. Meskipun mengancam eksistensinya sendiri.

3. Orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu
Orang dengan tipikal seperti ini sisi positifnya akan belajar.  Karena iya sadar sepenuhnya seperti gelas kosong. Karenanya dia tidak akan membuat rugi orang lain.

4. Orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu.
Orang jenis inilah yang berada di level terjudes dari level2 sebelumnya.
Dia gak sadar kalau dirinya gk tau.  Tapi sering ngotot saat berdebat.
Dia tahu dia malas belajar,  tapi selalu ingin menang mesti tahu posisinya salah.

Jika di tarik dalam dunia pasar bisnis,  katakanlah bisnis dagang telur,  maka level terjudes itu akan membahayakan keseimbangan pasar.

Kok bisa???

Sekarang mari kita buat analoginya demikian.

Si Budi adalah seorang peternak puyuh baru yang tinggal disebuah kota. Awalnya Budi menjual telur ke pengepul karena tidak tau pasar dan juga tidak mau ribet menjualnya sendiri ke pasar.

Pada suatu hari Budi mengantarkan ibunya belanja ke pasar untuk membeli kebutuhan dapur. Disebuah kios yang dikunjungi ibunya Budi melihat ada tumpukan Telur puyuh disana.

Budi lantas bertanya harga telur tersebut.

"27000 cah bagus" jawab ibu2 pemilik toko tersebut.

"Buset, mahal amat" demikian batin Budi dalam hati.

Dalam perjalanan pulang dari pasar,  Budi berpikir sepanjang jalan.

"Pengepul kemarin ngambil kerumah cuman dihargai 24000. Kalau saya masuk pasar dengan harga lebih murah, 25000-26000, pasti bakal laku banyak" demikian ia mengkalkulasi dalam hati.

Sebulan kemudian Budi memberanikan diri jualan sendiri di pasar yang sama. Hanya saja ia tidak jualan di dalam pasar,  tapi diluar pasar.

Seperti dugaanya sejak awal.  Daganganya laris manis tanjung kimpul.

Sehari dua hari aktifitas jualan Budi dipasar lancar seperti biasa. Namun pada hari ke empat,  datang dua orang menanyakan harga telur.

"26000 pak. Kalau bapak beli banyak,  25500 saya kasih,  pak. Gimana, murah kan??"

"Murah-murah gundulmu itu. Kamu sadar nggak,  kalau kamu obral harga telur seperti itu kamu mematikan dagangan orang yang jualan di dalam pasar??" Dengan suara tinggi,  seorang bapak yang datang tadi marah2.

"Kamu itu,  sudah jualan diluar gk bayar pajak, malah jualan dengan harga seenaknya.  Emang kamu mau ngasih makan keluarga kita gara-gara dagangan kita nggak laku karena ulah mu itu?"

Budi hanya terdiam mendengar bapak yang marah sambil sesekali menuding-nuding dirinya.

"Kamu pikir kami gak bisa jual lebih murah dari kamu?? Kamu pikir kami nggak bisa membuat daganganmu gk laku??"

"Ma ma maaf... Pak. Saya nggak tau. Sekali lagi saya minta maaf,  pak". Kata budi terbata.

"Ya udah. Kalau masih ingin jualan disini mulai besok seragamkan harga dengan para penjual lain. Awas kalau sampai obral-obral seenaknya".

Pesan bapak tadi sambil meninggalkan tempat tersebut.

====================================

Ada yang bisa disimpulkan dari analogi diatas??

Yup, SISTEM PASAR.

Beberapa minggu belakangan ini ada beberapa bakul yang berkeluh kesah dengan prilaku beberapa peternak puyuh.

Para peternak ini,  tanpa alasan yang jelas datang ke pasar dan lantas menjual telurnya lebih rendah dari harga bakul lain.

Ya jelaslah bakul lain panik,  gregetan. Lha wong dengan harga lebih mahal saja konsumen kuat membeli kenapa harus diobral murah??

Satu sisi kita juga bisa memahami effort peternak ini langsung jualan ke konsumen. Apalagi kalau ternyata harga beli pengepul jauh dengan harga pasar.

Kalau pengepul beli dari ternak 24000 lalu di ecer dipasar dengan harga 26000 di dalam satu wilayah masih wajar. Apalagi kalau pengepulnya turun langsung jualan. 

Yang mengecutkan adalah jika peternak dibeli 24000, kemudian dijual dengan harga 28000. Dan dalam satu wilayah dagang. Kataknlah satu kecamatan.

Jelas ini terlalu banyak ngambil untungnya.

Karena pada dasarnya sebagaimana yg dialami budi diatas. Jika peternak langsung masuk pasar dengan harga lebih murah,  maka efek domina akan juga berjalan.

Pesaing mau tidak mau akhirnya juga menurunkan harga. Bahkan pesaing bisa menjual dengan harga lebih murah sebagai strategi burning money.

Singkatnya,  bodo amat kita rugi sebentar,  asal peternak baru yg masuk pasar itu ancur.

Jika persaingan berjalan seperti ini terus menerus maka peternak akan kolaps. Apalagi kalau ternaknya cuman sekala kecil sementara pesaingnya kelas distributor besar.

Maka,  menjadi peternak pintar itu tuntutan.  Tapi jadi peternak sok pintar itu yang malah akan jadi ancaman kehancuran.

Im coming my lovely customer.... 😍

Tidak ada komentar

'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();